10 september
kemarin adalah hari peringatan pencegahan bunuh diri sedunia dan di surabaya
diadakan menyalakan lilin bersama utk mengenang orang yang sudah pergi karena
bunuh diri dan orang yang terselamatkan dari tindakan bunuh diri.
-
Tentang
tekanan batin, mental, atau apalah itu kita suka gak paham ukurannya orang
seberapa. Mereka punya kemampuan tahan sama masalah yang di hadapi itu kayak
gimana. Tapi manusia cenderung mudah menghakimi atas tindakan tersebut tanpa tau
masalah yang di rasakan si pelaku bunuh diri.
Sekilas
memang bodoh terlihat dari luar, tapi menurut saya deeply sad,
i know that feeling. Kebanyakan orang takut mati malah mereka maunya mati. Gimana dia mengakhiri hidup biar dia gak
ngerasa sakit itu yang ada dibenak nya. Sakit fisik mudah di diagnosa, kalo ati
siapa yang tau. Cuma telinga kita kadang susah mau dengerin cerita orang,
empati sama apa kesedihan orang. Dikira bagi kita masalah sepele, tapi belum
tentu bagi mereka mudah.
-
Depression
is okey, dan saya juga pernah mengalaminya. Berpikiran untuk bunuh diri juga
pernah. Karena kecenderungan tertutup dan menahan apa yang saya alami. Semua yang saya rasakan dan pikirkan didunia ini hanya saya yang tau. But i try to change
it Walaupun sekarang masih susah untuk nemuin orang yang mau mendengarkan.
Orang
menuntut kita untuk selalu tersenyum, melupakan hal-hal yang menyakitkan.
Setiap hari harus merasa bahagia dan stigma kita bersedih adalah sebuah
kelemahan. Padahal merasakan emosi membuat kita menjadi manusia. We all have good and bad days.
No one can be perfectly happy all of the time, that is not human.
Kadang
memang rasanya sangat sakit bukan berarti semuanya harus berakhir. Semua orang
punya masalah. Perjalanan hidup memang kadang harus naik dan turun. Saya juga
pernah gak tahan sama komentar jelek dari orang tentang diri saya tapi sadar
saya butuh ngerasa down agar paham sebenarnya saya benar atau salah walaupun rasanya
gak enak, ikhlaskan . . . . .
Bersedih itu
membuat kita sadar bahwa ada yang tidak beres dengan diri kita. Kita jadi
berpikir bagaimana untuk mengatasinya. Semakin banyak masalah dan kita bisa
melewati itu walaupun nangis kosel kosel, I'm sure justru itu yang membuat kita
lebih dewasa. Masalah bukan di hindari tapi di hadapi, meskipun dengan nangis
darah is okey, itu adalah cara kita menghadapi masalah. Gak perlu menjadi seperti apa kata orang, be who you are.
Tidak
apa-apa untuk merasa sedih. Just remember karena kalian gak sendiri. Setiap orang punya masalah dan semua orang ada porsi untuk bersedih dengan masalahnya, menangis dan bersedih
itu normal karena kita sedang bertumbuh. Manusia gak mungkin stuck hanya merasa
bahagia saja. Bahagia tanpa pernah ngerasa susah atau sedih itu justru kurang
greget.
Yang penting
kita bisa jadi diri kita sendiri. FYI saya tipe yang sangat tertutup, apa yang
saya pikirkan sangat complicated dan lingkungan gak mendukung. Tapi dewasa ini
saya tau cara meluapkan kesedihan dengan meditasi, self healing, dsb. Mungkin ada cara lain yang bisa di terapkan yang sesuai diri kita masing-masing.
Sebuah
proses menuju lebih baik selalu dengan susah payah, dengan rasa gak enak. Semua
yang kita rasakan akan berlalu, kebahagiaan akan berlalu, kesedihan juga akan
berlalu.
“Love yourself—accept
yourself—forgive yourself—and be good to yourself, because without you the rest
of us are without a source of many wonderful things.” ~Leo F. Buscaglia