Manusia memiliki kebebasan
Kebebasan dalam diri
Untuk menjadi diri sendiri
Untuk belajar lebih baik
Beranggapan lebih mengerti dari yang lain
Membuat diri meninggi
Sehingga rendahkan yang lain
Akhirnya berlomba untuk pengakuan
Manusia saling menginjak
Menjadi suatu budaya
Menjadi suatu pola pikir
Terus-menerus berputar seperti itu
Memaklumi yang seharusnya tidak di maklumi
Akhirnya siapa yang di atas siapa yang di bawah
Siapa yang di depan siapa yang di belakang
Tidak akan bisa berjalan berdampingan
Pikiran yang sempit
Mempersempit ruang gerak
Melihat dunia serba kecil
Karena hilangnya kebebasan diri
Lagi kangen siklus kemalasan dan kemageran yang biasanya baca buku, goler goleran di kasur, dengerin musik, nonton film. Hal seperti itu yang membuat atmosfer nya begitu istimewa.
Berasa sekarang rodanya muter dengan tidak santuy dimana sering rapat organisasi, kemudian setelah pulang kampus harus selesaikan tugas, belum lagi interaksi dengan manusia manusia di luar sana dengan bermacam topik yang kadang berguna kadang juga zonk. Chat pribadi dan chat group juga termasuk membuat diri malas untuk berinteraksi kadang bahasannya penting kadang cuma guyonan.
Cara mengontrol emosi dengan menulis seperti ini. Bercerita dengan diri sendiri. Melihat betapa riwehnya dunia dengan bermacam jenis manusia yang unik. Mencoba untuk tidak mengeluh dengan tidak menahan emosi, ya dengan menulis.
Waktu tidak dapat mundur, hidup selalu melangkah ke depan. Kenapa ada kematian jika kita di takdirkan selamanya di dunia. Dan itulah hidup, semua akan jadi lebih tua dan semakin menua.
Dengan keyakikan kita bisa memindahkan gunung, dengan kurangnya persiapan kita bisa tersandung krikil. Apa yang bisa di persiapkan mari di siapkan, apa yang bukan menjadi bagian manusia adalah urusan Allah.
Sedih sebenarnya tau umur yang semakin bertambah. Terbayang juga umur orang tua yang semakin bertambah.
Bagaimana caranya untuk membuang sisa umur agar berguna. Dengan menukarnya agar menjadikan sebuah keberkahan.
Social media yang ter-favorit saat ini adalah Quora dan Twitter dimana aku bisa mendapatkan informasi sekalian belajar. Cara mengungkapkan pendapat walaupun berbeda opini, masih adem adem saja. Aku bilangnya debat yang sehat karena mereka adu akal/kepintaran bukan adu emosi gak pake baper hehe.
I love it!
-
Ngomong-ngomong, aku masih belum 100% mengagumi yang namanya feminisme. Tapi banyak hal yang menurutku cocok dengan apa yang ada dipikiranku. Karena masih belum menemukan gongnya dimana. Tapi sering baca di
magdalene
Aku setuju anak perempuan yang di didik untuk menjaga diri sejak dini. Karena banyak anak yang gak di ajarin gimana cara berteriak ketika ada orang jahat. Mereka cenderung takut, cenderung diam, karena anak perempuan sejak kecil di ajarin untuk lemah lembut tapi lupa harus bagaimana jika ada orang jahat.
Sedangkan ngenes juga anak laki-laki, mereka selalu di ajarin gak boleh nangis "masa anak cowok nangis." Kasihan sih, karena orang punya cara sendiri untuk mengungkapkan emosinya bukan berarti dia banci. Manusia punya kadar sensitif terhadap perasaan dan itu tidak bisa di sama ratakan dengan orang lain.
Untuk kewajiban semua individu yang menurutku adalah mereka harus menjaga dan merawat dirinya sendiri. Dirinya adalah tanggung jawabnya, bukan tanggung jawab orang lain. Aku nggak paham dengan statement yang adalah "wanita harus bisa masak, wanita harus rajin, wanita harus bisa beresin rumah, laki-laki harus bekerja, laki-laki harus bisa bebenah rumah, laki-laki harus kuat."
Kalimat itu yang membuat seperti jembatan pemisah antara laki-laki dan perempuan. Apa yang hanya dilakukan perempuan dan laki-laki tidak boleh melakukan. Apa yang hanya dilakukan laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan. Seperti harus memaksa sebuah peran yang hanya ada dua opsinya. Akhirnya kita gak bisa kemana-mana.
Dalam kehidupan berumah tangga gak juga membaliknya seperti laki-laki harus dirumah perempuan yang bekerja. Sama saja ada jembatan pemisah. Statement lebih pas menurut ku jika "Apa yang bisa kamu lakukan, lakukanlah. Apa yang bisa ku lakukan, akan kulakukan." Itu peran yang lebih manusiawi tanpa harus membatasi seseorang untuk berekspresi terhadap dirinya.
Bahagiakan diri sendiri sebelum membahagiakan orang lain
Kita tidak butuh di bahagiakan ketika diri sudah bahagia
Justru dari membahagiakan diri, kita bisa membagi kebahagiaan dengan orang lain
Dari tadi cuma dengerin lagu, main hago, berusaha merem tapi pikiran gak mau istirahat. Sekarang bingung mau nulis apa...
Sepertinya hidupku terlalu rumit karena terlalu memikirkan masa depan. Tujuan jangka yang semakin panjang justru membuat jalan tidak beraturan. Bercita-cita ingin menjadi apa, kalimat yang membuat hati semakin bersalah. Seperti salah jalan dan tidak berguna.
Ternyata ada hal yang terlupakan. Bahwa i dedicate my time, my energy, my thought overall untuk Tuhanku Allah, orang tua, dan umat manusia. Karena kurang ngaji sedikit lupa bahwa Tuhan adalah tujuan utama.
Kenapa harus bingung dengan plan yang tidak sempurna padahal kita adalah manusia biasa. Kenapa harus takut msikin padahal kita adalah ciptaan dari zat yang Maha Kaya.
Sekian lama berhenti untuk bercuap disini karena dunia luar yang terlalu kejam untuk menghajar tenaga dan otak supaya jangan berhenti bergerak dan berpikir. Alhasil pengen bernapas panjang tapi kebablasan males-malesan wkwkwk
Beberapa bulan nge-blaming diri. Dimana dengan hari-hari berdebat sengit untuk membela diri yang di kritik abis, rasa gak dipercaya orang yang membuat semakin merasa gak bisa apa-apa, apalagi newbie yang di kejar deadline, belum juga kendala hasil karya yang di buang dengan begitu saja. So complicated!
Karakter orang feeling introvert memang begini, karena selalu di underestimate kepribadian yang bukan umumnya orang. Semua manusia normal untuk egois, begitupun dengan diriku.
Thanks to myself, karena pasti capek sekali untuk struggle dengan dunia yang riweh seperti ini. Thanks karena masih bisa berdiri meskipun terseok-seok. Walaupun dengan hati yang berdarah kamu mampu melewati dan stop blaming you cannot do it!
but
I still want to breathing along...
Menjadi anak perantauan, hidup kayak orang nomaden gitu. Beberapa bulan kesini beberapa bulan kesana. Seru sih, banyak hal yang awalnya gak tau jadi tau. Menganalisa lingkungan dan orang-orangnya kayak gimana. Melihat hal yang awalnya aneh jadi sesuatu yang normal normal aja karena budaya orang emang beda, pola pikirnya juga beda.
Ada suatu hal dimana dalam posisi menjadi anak rantau yang butuh perjuangan banget. Gak jauh dari kalimat manusia adalah makhluk sosial. Manusia juga butuh namanya di tolongin dan nolongin. Hubungan timbal balik untuk saling berinteraksi membentuk ekosistem kehidupan. Karena kita gak bisa hidup sendiri.
Ketika di Surabaya, sering kemana mana sendiri. Suatu obrolan dengan driver transportasi online, mengintrogasi tentang asal, kampus mana, jurusan apa, ini mau ada acara apa. Terkadang merasa risih tapi namanya orang basa basi mau bagaimana lagi akhirnya bercerita singkat aja. "Terus, orang tua mbak sangat mendukung ya kegiatan beginian", as you know orang tua bukan tipe yang seperti itu. Justru beliau orang yang khawatiran yang selalu nge-keep dirumah. Kok bisa? Awalnya memang gak di izinin. Tapi aku punya alasan dan caraku sendiri.
Orang tua yang khawatiran adalah orang tua yang gak percaya sama anak. Kuncinya adalah buat mereka percaya. Jadi gak ada kamus aku gak boleh ibuku begini, aku gak boleh ayahku begitu. Itu menandakan kita gak independen secara emosional karena keputusan berdasarkan gak bolehnya ibu dan ayah, bukan kita sendiri. Mana bisa orang tua percaya sama anak yang gak bisa memberikan keputusan dan menanggung resikonya sendiri. Belajar di hilangin pelan-pelan biar gak jadi kebiasaan.
"Mbak kok sendirian, temen-temennya mana?", "Sendirian aja, mana pacarnya?", Agak aneh ketika basa basi seperti itu. It's none of your business. Emang kalo mau pergi makan atau kemana itupun harus ada gandengannya?
Cukup sekian untuk curhatan sepertiga malam ini, sekian dan terimakasih...