Menjadi anak perantauan, hidup kayak orang nomaden gitu. Beberapa bulan kesini beberapa bulan kesana. Seru sih, banyak hal yang awalnya gak tau jadi tau. Menganalisa lingkungan dan orang-orangnya kayak gimana. Melihat hal yang awalnya aneh jadi sesuatu yang normal normal aja karena budaya orang emang beda, pola pikirnya juga beda.
Ada suatu hal dimana dalam posisi menjadi anak rantau yang butuh perjuangan banget. Gak jauh dari kalimat manusia adalah makhluk sosial. Manusia juga butuh namanya di tolongin dan nolongin. Hubungan timbal balik untuk saling berinteraksi membentuk ekosistem kehidupan. Karena kita gak bisa hidup sendiri.
Ketika di Surabaya, sering kemana mana sendiri. Suatu obrolan dengan driver transportasi online, mengintrogasi tentang asal, kampus mana, jurusan apa, ini mau ada acara apa. Terkadang merasa risih tapi namanya orang basa basi mau bagaimana lagi akhirnya bercerita singkat aja. "Terus, orang tua mbak sangat mendukung ya kegiatan beginian", as you know orang tua bukan tipe yang seperti itu. Justru beliau orang yang khawatiran yang selalu nge-keep dirumah. Kok bisa? Awalnya memang gak di izinin. Tapi aku punya alasan dan caraku sendiri.
Orang tua yang khawatiran adalah orang tua yang gak percaya sama anak. Kuncinya adalah buat mereka percaya. Jadi gak ada kamus aku gak boleh ibuku begini, aku gak boleh ayahku begitu. Itu menandakan kita gak independen secara emosional karena keputusan berdasarkan gak bolehnya ibu dan ayah, bukan kita sendiri. Mana bisa orang tua percaya sama anak yang gak bisa memberikan keputusan dan menanggung resikonya sendiri. Belajar di hilangin pelan-pelan biar gak jadi kebiasaan.
"Mbak kok sendirian, temen-temennya mana?", "Sendirian aja, mana pacarnya?", Agak aneh ketika basa basi seperti itu. It's none of your business. Emang kalo mau pergi makan atau kemana itupun harus ada gandengannya?
Cukup sekian untuk curhatan sepertiga malam ini, sekian dan terimakasih...
Wrote by Ruchah