Kesana kemari sendirian, ngerjain skripsi. Nongkrong cari tempat yang sepi sembari isi perut dan cuci mata.
Foto tersebut saat di coworking terdekat, yang sering saya kunjungi. Apalagi kalau bukan tentang skripsi. Otak di peras kantong saku juga menipis wakakaka namanya juga perjuangan...
Ketika ini sekitar bulan Maret dan si covid muncul, saya pun bergegas pulang ke kampung. Dan pada saat ini Bapak lagi membuka celengannya wkwk, gak nyangka sih beliau masih nabung dengan cara seperti ini. Katanya ini uang sisa-sisa yang di kumpulin selama setahun. Dan setelah di hitung, di kasihkan ke Ibuk. Woaaah so sweet sekali. Saya akui bapak adalah orang tercerdas kalau urusan sama efektifitas dan efisiensi. Apalagi urusan duit dan berhemat.
Akhirnya dirumah aja, skripsi juga mandek, stress kecil mulai berdatangan dan saya harus ganti suasana kamar. Saya mau hal baru, ketika itu kepikiran beli aquarium kecil. Pada dasarnya saya bukan tipe orang yang suka merawat hewan atau tanaman. But i try.
Ini eyang Harmani yang selalu mendukung saya dari semester awal. Pertama bertemu semester 1 di lobi fakultas, kemudian ketemu mata kuliahnya beliau di semseter 3 akhirnya kami sering sharing karena beliau lulusan Autralia dan saya bisa sedikiiit bahasa inggris. Kemudian hubungan kami bukan sekedar Dosen dan Mahasiswa, namun seperti Kakek dan Cucunya. Saya pernah nangis sesak di depan beliau, apapun minta pendapat beliau, minta doa beliau dan lainnya.
Pada saat itu saya pertama kali mengunjungi kediaman beliau untuk sharing tentang skripsi dan simulasi sidang serta minta doanya beliau. Tapi selalu, eyang gak terlalu suka jika seseorang datang hanya basa basi, harus datang dengan beribu pertanyaan. Kebiasaan beliau ketika mengajar di kelas adalah setiap orang harus punya 1 pertanyaan, jika tidak "no question, no go home" itu jargonnya beliau. Jadi jika saya tidak ada pertanyaan, obrolan akan berakhir.
Akhirnya ada sesi ke dua nya setelah kunjungan pertama. Karena setelah kunjungan pertama pada saat mandi, makan, poop, ternyata banyak pertanyaan di kepala saya. "Harus kunjungin eyang lagi ini", batin saya. Sembari mencatat semua pertanyaan di gadget agar gak melayang karena kapasitas daya ingat saya sangatlah rendah hehe. Karena juga sudah besok banget sidang skripsi saya juga meminta restu dan doa beliau.
Alhamdulillah saya sangat beruntung kenal eyang Harmani. Selain bangga karena bisa sedekat ini dengan lulusan luar negeri yaitu UNSW (Autralia). Beliau juga sangat mempengaruhi tumbuh kembang mindset saya ketika kuliah, support apa yang saya lakukan dan selalu mengingatkan sholat tahajud meskipun saya susah bangun tahajud, beliau masih selalu mengingatkan. Urusan spiritual gak kalah pokoknya, di ingetin sholawat, di jelasin sejarah, di ajak berpikir kritis dan filosifis terkait agama, politik dan lainnya. Wah there are no more words for Eyang Harmani. Semoga amal ibadah eyang tidak terputus hingga di akhirat, AMIIN...
Setelah sidang, tersenyum lebar dan dalam hati "i did it!", akhirnya selesai juga. Karena menurut saya pribadi, dosen pembimbing saya adalah dosen terkiller jadi gak ada rasa takutnya sama dosen-dosen lainnya. Terlihat mudah tapi bukan meremehkan, hanya rasanya gak ada yang di takutin aja, intinya fokus, seluruh isi skripsi murni saya yang membuatnya jadi a hingga z sudah tentu saya paham dan pasti saya bisa menjawab segala pertanyaan dan berani mempertahankan argumen saya.
Walhasil balik lagi ke kampung halaman dan ketemu doi. Terimakasih sudah jadi teman debat, teman pergi kesana kemari. He is very kind. Hidup saya sudah banyak di bantuin sama dia wkwk thankyou so much...
Belum yudisum dan wisuda sudah buru-buru pindahan, karena saya ikut serumah dengan budhe jadi gak enak jika saya stay di kampung tapi barang-barang masih di rumah budhe. Jadi segera pindah, segera memikirkan hal lainnya.
Masih euphoria karena balik ke ruamh asal, ketemu temen-temen lama. Cerita bareng, ngegrill bareng, tidur bareng. Seru... Seperti orang habis perang terus pulang ketemu keluarga ketemu temen ketemu lingkungan pada masa kecil. Haha gitu pokoknya...
Setelah cengengesan, gak berapa lama ibu saya sakit. Bukan sakit fisik, tapi sakit hatinya. Jadi nemenin ngobrol, banyak dengerin tanpa menyela sedikitpun dan harus memberikan respon agar merasa bahwa ceritanya memang benar-benar di dengerin. Yah, saya belajar jadi lebih dewasa lagi. Satu sisi di buru kerja apa, dimana, mau kayak apa. OMG, rasanya pengen pecah, tapi udah pecah beneran sih wkwk.
Pernah mimpi buruk beberapa kali yang artinya bakal ada musibah gede, tapi jadi beneran terjadi entah itu awalnya sugesti atau apa saya gak tau, semua kehendak Allah. Jadi pada saat itu struggle banget, butuh ada yang dengerin tanpa di intrupsi, butuh ada yang nemenin. Pada intinya saya kurang ibadahnya, kurang sambat sama gusti Allah, kebanyakan sambat sama manusia.
Karena Allah kasih semua beban masalah ini, Allah sudah tentu tau kemampuan saya ada dimana. Saya gak bisa memilih orang tua, saya gak bisa memilih tubuh langsing dan wajah cantik. Tapi Allah berikan saya akal yang digunakan untuk berpikir, mengasah IQ, EQ dan SQ. Saya hanya gak sadar aja jawabannya kembali ke Allah lagi.
Banyak cobaan dari skripsian ketemu dosen killer, skripsian sembari menjabat sekretaris umum dalam sebuah UKM, kehilangan teman dekat, di push bapak, ibuk sakit, di buru-buru dapet kerjaan, ada beberapa projek kecil dan belum seberapa ada cuannya.
Tapi, semua tentang ketidaknyamanan. Hidup memang selalu berkiatan dengan adaptasi, antara dunia mengendalikan diri saya atau saya yang mengendalian dunia.
Hingga detik ini sampai seterusnya masalah tidak akan selesai menguji saya, i have to face it!. Semoga besok lebih kuat lagi dan fokus untuk hidup hari ini.
Terimakasih 2020 untuk pahit manisnya hidup...